Melalui Keadilan Restoratif Tiga Tersangka Kasus Penganiayaan di Toraja Utara Berdamai dengan Korban
KEJATI SULSEL, Makassar- Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Robert M Tacoy didampingi Aspidum, Rizal Syah Nyaman dan kepala seksi pada Pidum melakukan ekspose penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (Restorative Justice/RJ) dari Cabang Kejaksaan Negeri Tana Toraja di Rantepao, Selasa (9/9/2025).
Ekspose perkara RJ ini juga diikuti oleh Kacabjari Rantepao, Alexander Tanak, Kasubsi Pidum dan Pidsus, Iwan Jani Simbolon dan jajaran secara virtual dari Cabjari Rantepao.
Cabang Kejaksaan Negeri Tana Toraja di Rantepao mengajukan RJ untuk kasus dugaan pemukulan yang melibatkan tiga tersangka dan dua korban. Kasus ini, yang disangkakan melanggar Pasal 170 Ayat (1) KUHP atau Pasal 351 Ayat (1) Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke - 1 KUHP. Adapun para tersangka masing-masing HT (20), AP (20) dan AD (24), sementara korban WT (20) dan AR (18)
Kronologi Perkara
Peristiwa ini bermula pada hari Minggu, 13 Juli 2025, sekitar pukul 18.50 WITA. Tersangka AP dan AD sedang mengendarai motor di Jalan Bolu, Kelurahan Rantepaku Tallunglipu, ketika mereka hampir menabrak korban WT. Tersangka AD lantas meneriaki korban, "Lihat-lihat kau jalan".
Beberapa saat kemudian, ketika AP dan AD kembali melewati jalan yang sama, mereka kembali bertemu dengan korban WT yang saat itu bersama korban AR. Kedua tersangka berhenti, lalu AP bertanya kepada WT, "Siapa yang menyeberang tadi? Kalau kutabrakko siapa yang salah?". Pertanyaan ini memicu pertengkaran yang membuat AP emosi. AP dan AD kemudian mendatangi rumah tersangka HT untuk menceritakan kejadian tersebut.
Setelah mendengarkan cerita, ketiga tersangka berjalan kaki menuju lokasi korban. Setibanya di sana, HT bertanya, "Mana itu yang gertak temanku?".
HT kemudian mendorong dan memukul WT sebanyak empat kali di wajah dan kepala. AD juga memukul WT tiga kali di wajah. Setelah WT terjatuh, AP memukulnya satu kali di muka. AP lalu menendang korban AR di muka sebanyak satu kali hingga terjatuh. Warga setempat datang melerai, dan para tersangka menghentikan perbuatannya.
Akibat pemukulan tersebut, korban WT mengalami luka memar dan bekuan darah di telinga kiri serta memar di hidung. Korban AR mengalami luka robek di bibir bawah.
Penyelesaian kasus ini melalui keadilan restoratif didasarkan pada beberapa pertimbangan:
* Para tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
* Telah tercapai kesepakatan damai antara para tersangka dan korban secara adil, proporsional, bebas, dan sukarela.
* Penyelesaian ini berupaya menghindari stigma negatif dan pembalasan, sesuai dengan kerangka keadilan restoratif.
Sebagai bagian dari kesepakatan, para tersangka telah membayar biaya pengobatan korban sebesar dua juta rupiah. Kesepakatan ini disepakati oleh semua pihak, termasuk keluarga korban dan tersangka, dan disaksikan oleh jaksa fasilitator, penyidik, dan tokoh masyarakat.
Wakajati Sulsel, Robert M Tacoymenyetujui permohonan RJ ini setelah mempertimbangkan syarat dan keadaan yang diatur dalam Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Keadilan Restoratif.
“Penyelesaian perkara ini menegaskan komitmen Kejaksaan dalam menerapkan prinsip keadilan restoratif, yang mengedepankan pemulihan hubungan antara pihak yang terlibat serta kepentingan masyarakat, dibandingkan semata-mata pada penjatuhan hukuman," kata Robert.
Setelah proses RJ disetujui, Wakajati Sulsel meminta jajaran Cabjari Rantepao untuk segera menyelesaikan seluruh administrasi perkara dan tersangka segera dibebaskan.
"Saya berharap penyelesaian perkara zero transaksional untuk menjaga kepercayaan pimpinan dan publik,” pesan Robert.